
YOGYAKARTA – Perkumpulan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa (PKPM) Nuku Yogyakarta menggelar dialog publik bertema “Sultan Zainal Abidin Syah dalam Sejarah NKRI” pada Sabtu, 20 September 2025. Acara ini menjadi ajang konsolidasi dukungan agar Sultan Zainal Abidin Syah, Sultan Tidore terakhir, ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Sejarawan Universitas Khairun, Irfan Ahmad, menguraikan sikap tegas Sultan Zainal Abidin Syah yang menolak tawaran Belanda memisahkan Irian Barat dari Indonesia. Dalam Konferensi Meja Bundar, ia lantang menyatakan bahwa Papua adalah bagian sah dari Kesultanan Tidore.
“Sultan tetap berpegang pada prinsipnya, meski ada tokoh lain yang ragu,” ujar Irfan, Minggu (21/9/2025).
Atas konsistensinya, Presiden Sukarno menunjuk Zainal Abidin Syah sebagai Gubernur Papua Barat. Pengakuan berlanjut pada era Soeharto yang menyebutnya tokoh berintegritas dalam perjuangan Papua pada 1998.
Pemerintah Kota Tidore Kepulauan melalui Yakub Husain menegaskan komitmen memperjuangkan gelar tersebut. Pemkot juga berencana menjadikan kediaman eks Gubernur Irian Barat sebagai cagar budaya dan rumah arsip.
Teguh Barakati, alumni PKPM Nuku Yogyakarta, menekankan pentingnya peran generasi muda melestarikan sejarah melalui medium kreatif, seperti fesyen bertema perjuangan dan ruang kolaborasi di gedung bersejarah.
“Penghargaan dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara harus lebih dulu ada sebelum pengakuan nasional,” ujarnya.
Dialog juga menyinggung tokoh-tokoh lain, seperti Arif Iskandar Alam dari Kesultanan Bacan yang pengusulannya sebagai pahlawan belum membuahkan hasil sejak 1981.
Selain itu, PKPM Nuku menyerukan pembebasan 11 rakyat adat Maba Sangaji yang wilayahnya masih berada dalam kekuasaan Kesultanan Tidore.
Acara ini menegaskan bahwa semangat nasionalisme Sultan Zainal Abidin Syah tetap hidup, terutama di kalangan generasi muda Tidore, dan pengakuan terhadapnya adalah bagian dari upaya menjaga warisan sejarah bangsa.(tg)
Tinggalkan Balasan